Dampak negatif yang ditimbulkan di era digital ini membuat sejumlah elemen masyarakat, termasuk pemerintah, sadar akan tantangan hebat yang bakal dihadapi oleh generasi Indonesia ke depan. Sebelum menginjak ke berbagai tantangan yang lebih serius, anak-anak generasi milenial perlu dibekali pemahaman tentang literasi digital.
Langkah ini untuk mencegah mereka menjadi korban sekaligus pelaku dari dampak negatif tersebut.
Generasi milenial disebut juga Generasi Z. Merujuk pada abjad huruf, Z merupakan huruf terakhir sehingga bisa dikatakan bahwa generasi milenial merupakan generasi terakhir dengan perkembangan teknologi yang luar biasa. Dalam klasifikasi generasi era digital, generasi ini disebut native digital, generasi yang lahir ketika era digital telah berkembang pesat.
Adapun generasi satunya disebut digital immigrant. Generasi ini lahir ketika terjadi proses transformasi digital.
Lahir ketika era internet belum berkembang pesat bahkan belum ada perkembangan internet, kemudian saat ini dihadapkan pada era di mana generasi asli digital atau native digital juga menghadapinya.
Kelompok digital immigrant inilah yang sadar akan tantangan perkembangan digital bagi masa depan bangsa dan generasi mudanya sehingga terus mendorong literasi digital agar generasi Z tidak terlalu terbius dengan virus digital dan segala sesuatu yang mengiringinya.
Namun, kelompok digital immigrant juga tidak sedikit yang terpengaruh dengan gaya kehidupan generasi milenial.
Langkah pencerdasan generasi milenial perlu mendapat panduan dari generasi-generasi sebelumnya yang justru lebih dahulu memahami dinamika yang berkembang dalam dunia teknologi informasi. Bahkan dari pemahaman tersebut, pola prediksi perkembangan teknologi selanjutnya bisa dilakukan. Generasi milenial tetap bisa belajar dari pendiri Facebook Mark Zuckerberg; pendiri Google Lary Page dan Sergey Brin; pendiri Twitter Evan Williams, Jack Dorsey, Christoper Biz Stone, dan Noah Glass; dan pendiri Alibaba Jack Ma. Mereka menghiasi dunia digital dengan berbagai platform yang bisa digunakan oleh generasi milenial untuk berinteraksi dengan sesamanya, baik untuk kebutuhan sosial, bisnis, pendidikan, dan lainnya. Poin penting dari para pendiri kerajaan digital tersebut ialah komitmen yang kuat dalam melakukan inovasi berdasarkan kebutuhan-kebutuhan manusia zaman modern sehingga memberikan gambaran jelas terkait karakteristik generasi milenial.
Perkembangan era digital satu sisi bisa memperkuat bangunan kemanusiaan sebuah bangsa, tetapi di sisi lain juga dengan mudahnya masyarakat terpengaruh arus informasi yang beredar sehingga potensi perpecahan juga mudah tersulut.
Di tengah arus media digital yang demikian masif, Hasan Chabibie (2017) menjelaskan, kebinekaan yang menjadi identitas warga Indonesia mendapat ancaman (tantangan, red) serius.
Ancaman itu berupa meningkatnya eskalasi kebencian dan provokasi yang disebarkan secara masif melalui media sosial.
Revolusi teknologi dan mudahnya akses media sosial ternyata menyimpan ruang gelap berupa kebencian dan isu-isu negatif yang dihembuskan kelompok ekstrem.
Kini ruang mereka lebih luas di era perkembangan digital dengan merambah dakwah di media sosial untuk mempengaruhi masyarakat secara luas dengan pemikiran-pemikiran radikal dan dalil-dalil keagamaan yang konservatif.
Di sinilah tantangan besar generasi milenial agar lebih cerdas dalam memilah dan memilih informasi yang harus diikuti atau dikonfirmasi kebenarannya (tabayun).
Era digital ini tidak memungkiri bahwa yang selama ini berkembang justru wacana-wacana keagamaan kontraproduktif karena agama yang seharusnya bisa memperkuat persaudaraan (ukhuwah) berbagai elemen bangsa, justru menjadi pemicu perpecahan di antara anak bangsa. Sehingga tidak heran ketika fenomena yang terlihat adalah generasi saat ini mempunyai semangat belajar keagamaan yang tinggi, tetapi tidak diimbangi dengan kemampuan memahami agama itu sendiri. Sebab itu, belajar kepada guru, ustadz, dan kiai yang bersanad mempunyai peran penting untuk mendukung gagasan literasi digital.
Dunia pendidikan merupakan elemen penting bangsa dan negara yang turut terkena dampak (impact) perkembangan digital. Dampak positif banyak dihasilkan seperti media pembelajaran dan akses komunikasi serta informasi yang semakin mudah.
Namun sejurus itu, dampak negatif juga terus membayangi seperti banyaknya konten-konten bersifat merusak, krisis interaksi sebab ketagihan gadget, dan lain sebagainya.
Namun demikian, betapa perkembangan digital ini mampu menjangkau luas berbagai elemen bangsa untuk mengakses pendidikan seluas-luasnya melalui inovasi pendidikan yang terwujud dalam berbagai platform aplikasi digital yang sangat bermanfaat. Artinya, perkembangan digital dalam dunia pendidikan merupakan salah satu langkah mewujudkan gagasan literasi digital.
Generasi milenial yang mempunyai karakter lebih dominan dalam mengakses informasi melalui internet ketimbang buku harus diimbangi dengan konten-konten dan aplikasi positif dalam dunia pendidikan. Akan tetapi, di tengah perkembangannya, literasi digital juga harus menjadi media untuk anak bangsa bahwa belajar langsung kepada seorang guru yang tepat juga menjadi bekal dalam mengarungi dunia digital. Karena, bekal ini akan bermanfaat bagi generasi milenial untuk mengisi dunia maya dengan konten-konten positif dalam rangka membangun Indonesia yang kuat dan agama yang lebih ramah untuk kehidupan bersama.